Ku letakkan kepala diatas meja. Mencoba memejamkan mata sekedar menghilangkan bosan ketika tak ada satu pun materi kuliah yang disampaikan dosen tercerna otak lelah ku. Ku urungkan niat untuk tidur ketika tak dapat menemukan posisi yang tepat. Tak ingin membuat kegaduhan, ku keluarkan smartphone yang sudah ku pasang mode silent sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terulang kembali.
Ku tekan icon aplikasi bergambar telepon berwarna hijau dengan lingkaran berwarna senada -whatsapp. Kegiatan rutin ku ketika pesan yang ku kirim tak kunjung dibalas olehnya. Stalking jam online.
Dahi ku mengerenyit saat melihat avatar milik ‘Myungsoo’ yang tadi pagi masih berupa selcanya seorang diri kini sudah berubah.
Dua pasang yeoja dan namja duduk berhadapan di salah satu cafe di dalam mall. Mereka tersenyum, berpose ke arah kamera. Mata ku tertuju pada satu objek. Pada seorang namja yang duduk paling dekat dengan kamera. Yang kemungkinan salah satu tangannya yang mengambil gambar selca mereka.
Hati ku kembali berdenyut. Mungkin sampai kapan pun sosok ku tak akan berada dalam memori kameranya. Sampai kapan pun sosok ku tak akan terpasang dalam avatarnya. Sampai kapan pun aku hanya akan melihat semuanya dengan hati berdenyut nyeri seperti saat ini. Semuanya karena satu masalah. Jarak.
Puluhan kilometer jarak yang membatasi kami, membuat ku hanya bisa terus menangisi keadaan. Tak bisa bertemu dengannya. Tak bisa melepas rindu ku yang tiap hari semakin bertambah besar. Yang ku bisa hanya tersenyum kecut melihatnya tersenyum bersama orang yang tak ku kenal.
Tak tau kah kau disini aku seperti berada diantara hidup dan mati. Menanggungnya sendiri tanpa ada sandaran yang harusnya dapat menguatkan perasaan ku.
Aku tak tau kenapa Tuhan mempertemukan ku dengan mu. Aku bahagia bisa menjadi bagian disalah satu kisah hidup mu. Aku bahagia saat dapat merasakan perhatian yang kau tunjukkan untuk ku. Aku bahagia saat mendapatkan kata-kata manis mu.
Tetapi kebahagiaan ku mulai terusik dengan segala macam cobaan yang harus ku terima. Cobaan yang tak pernah berhenti menguji kesabaran dan keyakinan ku. Mengapa kisah ku begitu rumit?
Air mata kembali menetes setelah semalam aku menangis. Ah, perasaan ku begitu peka belakangan ini. Aku sangat mudah mengeluarkan air mata jika ada sesuatu yang berhubungan dengannya.
Saat ini aku benar-benar tak dapat berkonsentrasi. Sampai-sampai tak menyadari seseorang yang duduk sebangku dengan ku melihat kearah smartphone ku.
“Jangan terlalu berharap padanya. Kau sudah cukup tersakiti.” Bisik seseorang disebelah ku.
“Oppa….” Jawab ku serak. Tenggorokan ku sedikit tercekat karena menahan tangis.
“Aigoo.. jangan menangis! Jika yang lain melihat bagaimana?” Katanya sedikit panik masih dengan bisikan. Aku menghapus jejak air mata dengan ujung baju. Mata ku kembali melirik foto selca yang ada di LCD smartphone. “Jangan dilihat terus jika kau tak kuat. Dasar bodoh.”
Dongwoo oppa membodohi ku sambil memukul kepala ku pelan. Aku melihatnya dengan wajah memelas. Ia menggeleng pelan.
“Sudah berkali-kali ku katakan. Kalau jodoh tak akan kemana. Mungkin dia bukan jodoh mu. Kau tak mengenalnya. Maksud ku kau tak tau kesehariannya yang sesungguhnya seperti apa. Lagian kau belum pernah bertemu. Apa lagi yang bisa kau harapkan darinya?”
Kata-kata Dongwoo oppa begitu menusuk hati ku. Tapi tak dapat ku pungkiri jika semuanya perkataannya benar. Aku sedikit menyesal menceritakan masalah ku yang satu ini dengannya.
“Tapi aku menyayanginya oppa…”
Aku tak mau memandang wajahnya yang terlihat kesal dengan jawaban ku barusan.
“Ya aku tau. Tapi apa kau akan selalu seperti ini? Mengharapkan yang tak bisa diharapkan. Kau itu bodoh.”
Kembali kata-kata ‘bodoh’ ditujukan untuk ku. Aku terdiam. Tak ingin menyanggah perkataannya lagi. Pemikiran namja dewasa terlalu berat untuk ku, mereka sudah memandang masa depan dalam menghadapi setiap masalah. Berbeda dengan yeoja seusia ku yang pemikirannya masih dangkal. Ku dengar Dongwoo oppa berdecak.
“Jangan selalu memikirkan perasaannya. Pikirkan juga perasaan mu. Jika ada yang lebih dekat kenapa mencari yang jauh?” Lagi. Aku hanya bisa terdiam mendengar nasehatnya. “Aku hanya mengingatkan. Jagan diambil hati.”
Menghela nafas dalam. Kalau boleh jujur aku tertekan dengan tanggapan dari berbagai pihak. Selain Dongwoo oppa, Inseok, Minra dan Soohyun juga mengatakan hal serupa. Mereka mengatakan aku bodoh atau hal-hal menyakitkan lainnya.
Aku bodoh karena terlalu menyayanginya. Ya, menyayanginya sejak awal hingga kini. Sejak sebelum aku mengenal rasa sesak karena tak bisa berhenti menyayanginya. Tapi boleh kah aku menjadi bodoh untuk waktu yang lebih lama?
TBC